MONITORINGALIRAN ARUS PASANG SURUT AIR LAUT PADA PESISIR MUARA AIRKANTUNG BERBASIS ARDUINO Authors. S. Husrin, Ilham and A. Putra, "KARAKTERISTIK ARUS LAUT PERAIRAN TELUK BENOA - BALI," Jurnal Ilmiah Geomatika, vol. 23, no. 1, pp. 37 - 48, 2017. R. Pelayo, "Use LM393 IR Module as Motor Speed Sensor," TM MICROCONTROLLERS, November 2019. Badung Regency is one of the tourist areas crowded with visitors, so that development continues to be developed as a support for tourist areas, one of which is a hotel. Hotel construction can cause building loads in a certain period; it can cause land subsidence. Land subsidence that co-occurs with sea-level rise can potentially be a tidal flood in the future. This study aimed to determine the rate of land subsidence in Badung Regency and the potential for tidal flooding due to land subsidence and sea-level rise in Badung Regency. The method used to calculate the rate of land subsidence is Small Baseline Subset Differential Interferometric Synthetic Aperture Radar SBAS-DInSAR, which utilizes radar satellite imagery data Sentinel-1a IW level images and Sentinel-1b IW level images. The image data used in the SBAS-DInSAR method consists of 166 image data and Digital Elevation Model DEM data with a spatial resolution of 30 m which is used for the topographic phase removal phase. Meanwhile, land subsidence data is used to determine the potential for tidal flooding, and it is predicted using regression; then, an overlay is carried out with the highest tide data along with the value of sea-level rise every year. To facilitate the observation of land subsidence, the daily image data obtained are then averaged into monthly data in each village. The fastest land subsidence rate from 2014 to 2020 occurred in Tuban Village. The prediction of the most significant tidal flood in 2030 to 2040 will occur in Tuban Village due to the influence of rapid land subsidence in the village. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 64 JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY journal homepage ISSN 2621 - 0096 electronic; 2621 - 0088 print Potensi Terjadinya Banjir Rob Akibat Penurunan Muka Tanah dan Kenaikan Muka Air Laut di Kabupaten Badung, Bali Frans Elvanshaa, I Gede Hendrawana*, Ida Bagus Mandhara Brasikaa aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia *Corresponding author, email 1. Pendahuluan Kabupaten Badung memiliki wilayah seluas 418,52 km2 dan 36 daya tarik wisata, yang ditopang dengan adanya sektor pariwisata sehingga mengakibatkan pertumbuhan pembangunan pada kawasan tersebut Umilia et al., 2017. Menurut BPS Kabupaten Badung 2020 data jumlah hotel di Kabupaten Badung mengalami penambahan setiap tahunnya seperti pada tahun 2016 dengan jumlah hotel sebanyak buah, pada tahun 2017 sebanyak buah, pada tahun 2018 sebanyak buah, pada tahun 2019 sebanyak buah, dan tahun 2020 sebanyak buah. Menurut Sukearsana et al. 2015 hotel – hotel di Kabupaten Badung memenuhi sebagian kebutuhan air bersih dengan menggunakan air tanah sebesar m3/bulan. Pemompaan air tanah dapat mengurangi jumlah air pada lapisan akuifer sehingga terjadi kekosongan pada pori – pori tanah yang mengakibatkan buoyancy effect di bawah permukaan tanah akan berkurang sehingga terjadi penurunan muka tanah Whittaker dan Reddish, 1989. Penurunan muka tanah land subsidence merupakan kondisi permukaan bumi tenggelam ke tingkat yang lebih rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain penurunan tanah secara alami yang timbul karena adanya siklus geologi dan sedimentasi daerah cekungan, penurunan tanah karena pengambilan air tanah, dan penurunan karena beban bangunan Whittaker dan Reddish, 1989. Penurunan muka tanah yang terus terjadi dapat menjadi penyebab banjir rob untuk tahun mendatang Kahar et al., 2011. Banjir rob adalah suatu keadaan dimana genangan air pada bagian daratan pantai yang terjadi pada saat air laut pasang. Banjir rob dapat menggenangi bagian daratan pantai atau wilayah yang posisinya lebih rendah dari muka air laut Yualelawati et al., 2008. Nicholls et al. 2000 menyebutkan bahwa banjir rob di wilayah pesisir dapat menimbulkan berbagai gangguan berupa terganggunya fungsi wilayah pesisir dan perkotaan, terganggunya fungsi sarana dan prasarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara, terganggunya kawasan pemukiman, penurunan produktivitas lahan pertanian, dan peningkatan risiko wabah penyakit. Banjir rob terjadi terutama disebabkan oleh pengaruh penurunan muka tanah, perubahan iklim, dan tinggi – rendahnya pasang surut air laut akibat gaya gravitasi Yualelawati et al., 2008. Perubahan iklim yang dimaksud disini adalah pemanasan global global warming. Pemanasan global mempengaruhi badai, perubahan suhu, dan tentu saja kenaikan muka air laut Klein et al., 1999. Kenaikan muka air laut yang terjadi di stasiun pasang surut Benoa, Badung terjadi hingga 4,7 mm/tahun Lumban-Gaol et al., 2016. Jika dilihat dari jumlah pertumbuhan bangunan, penggunaan air tanah dan kenaikan muka air laut yang terjadi maka Kabupaten Badung berpotensi terjadi penurunan muka tanah bahkan banjir rob. Pada penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui laju dari land subsidence dan bagaimana potensi Article history Received 16 November 2021 Received in revised form 18 Januari 2022 Accepted 23 Februari 2022 Available online 31 Agustus 2022 Badung Regency is one of the tourist areas crowded with visitors, so that development continues to be developed as a support for tourist areas, one of which is a hotel. Hotel construction can cause building loads in a certain period; it can cause land subsidence. Land subsidence that co-occurs with sea-level rise can potentially be a tidal flood in the future. This study aimed to determine the rate of land subsidence in Badung Regency and the potential for tidal flooding due to land subsidence and sea-level rise in Badung Regency. The method used to calculate the rate of land subsidence is Small Baseline Subset Differential Interferometric Synthetic Aperture Radar SBAS-DInSAR, which utilizes radar satellite imagery data Sentinel-1a IW level images and Sentinel-1b IW level images. The image data used in the SBAS-DInSAR method consists of 166 image data and Digital Elevation Model DEM data with a spatial resolution of 30 m which is used for the topographic phase removal phase. Meanwhile, land subsidence data is used to determine the potential for tidal flooding, and it is predicted using regression; then, an overlay is carried out with the highest tide data along with the value of sea-level rise every year. To facilitate the observation of land subsidence, the daily image data obtained are then averaged into monthly data in each village. The fastest land subsidence rate from 2014 to 2020 occurred in Tuban Village. The prediction of the most significant tidal flood in 2030 to 2040 will occur in Tuban Village due to the influence of rapid land subsidence in the village. 2022 JMRT. All rights reserved. Keywords Badung; tidal flood; Sentinel-1; SBAS-DInSAR; land subsidence JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 65 terjadinya banjir rob akibat penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut di Kabupaten Badung. Karena laju penurunan muka tanah dan potensi banjir rob tersebut masih belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian terkait hal tersebut di Kabupaten Badung. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah metode Small Baseline Subset Differential Interferometric Synthetic Aperture Radar SBAS-DInSAR karena pada metode tersebut menggunakan dua atau lebih perbedaan fasa pada citra SAR dengan akuisisi yang berbeda untuk mendapatkan nilai deformasi Akbar et al., 2015. Metode Regresi Linear digunakan untuk memprediksi penurunan muka tanah yang akan terjadi dan kemudian dilakukan layout dengan data pasang tertinggi. 2. Metode Penelitian Kondisi Geologi Kabupaten Badung Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang berada di Pulau Bali dengan luas wilayah 418,52 km2 dengan 6 kecamatan BPS Kabupaten Badung, 2020. Berdasarkan kondisi geografis, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan sosial budaya maka Kabupaten Badung dibagi menjadi 3 wilayah pembangunan yaitu Badung Utara, Badung Tengah, dan Badung Selatan. Secara geologi Badung Tengah dan Badung Selatan sebagian besar struktur tanahnya berupa endapan alluvial yang berasal dari endapan sungai dan lapukan tanah vulkanik muda dan beberapa wilayah terdapat jenis tanah Red Mediteran yang kurang peka terhadap erosi Pemerintah Kabupaten Badung, 2007. Waktu dan Tempat Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya analisis data pada bulan November 2020 hingga Februari 2021 yang berlokasi di pesisir Kabupaten Badung, Bali dengan fokus lokasi wilayah ≀ 20 MDPL yang didapatkan dari peta Digital Elevation Model DEM. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kulp and Strauss 2019 bahwa wilayah pesisir berada pada wilayah ≀ 20 MDPL. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan di Center for Remote Sensing and Ocean Sciences CReSOS Universitas Udayana. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian yang Berada Pada Wilayah Pesisir Small Baseline Subset Differential Interferometric Synthetic Aperture Radar SBAS-DInSAR Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Data SAR dengan Metode SBAS-DInSAR Data citra yang digunakan merupakan data Citra Sentinel-1a dan Sentinel-1b Interferometric Wide Swath IW level Single Look Complex SLC dengan format wilayah Badung tahun 2014-2020. Pada mode IW yang dimiliki Sentinel-1a dan Sentinel-1b dapat melakukan pengamatan dengan resolusi spasial sekitar 5 m x 20 m. Pada Sentinel-1a dan Sentinel-1b menggunakan sensor C-band dengan panjang gelombang 3,75-7,5 cm Parwata et al., 2020. Menurut Islam et al. 2017 masing-masing satelit bisa melakukan repeat cycle setiap 12 hari dan menggunakan konstelasi kedua satelit menciptakan Sentinel-1 mempunyai repeat cycle setiap 6 hari. Pada penelitian ini memakai 166 citra satelit Sentinel-1 level yang dimulai dari tanggal 16 Oktober 2016 hingga 31 Desember 2020 dan data DEM dengan resolusi spasial 30 m yang nantinya digunakan untuk tahap penghapusan fase topografi. Banyaknya data citra yang digunakan karena metode ini diharapkan dapat mengatasi fenomena dekorelasi temporal dengan cara memilih distributed scatterers DS berdasarkan tingkat koherensinya dan metode ini juga untuk menghilangkan atmospheric artifacts dan kesalahan topografi dari kumpulan interferogram, dan mendapatkan informasi displacement time-series Berardino et al., 2002. Persebaran titik orbit satelit dari pengamatan SAR dapat diketahui dengan memilih baseline perpendicular pendek ≀ 150 m atau baseline temporal yang pendek 48 hari. Hal ini juga menjadi faktor dalam memperoleh nilai koherensi yang tinggi antara citra master dan slave Ferreti et al., 2007. Dalam analisis SBAS-DInSAR untuk mengetahui deformasi pada permukaan bumi juga dilakukan penghapusan fase pada interferogram meliputi fase topografi, fase deformasi, fase atmosferik, fase orbit, dan fase gangguan. Kemudian untuk dapat mengetahui perubahan dari Line of Sight LOS menjadi penurunan tanah pada setiap perbedaan data citra yang diamati dengan menggunakan rumus berikut Parwata et al., 2020 DSub = …………………………………………1 Dimana DSub merupakan perpindahan arah vertikal atau subsidence, DLOS merupakan perpindahan searah LOS LOS displacement, dan ΞΈi merupakan sudut insiden. JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 66 Regresi Linear Sederhana Pada metode ini diharapkan dapat memprediksi penurunan tanah yang akan terjadi di masa yang akan datang yang berdasarkan dari hasil dari metode SBAS-DInSAR. Regresi linear merupakan sebuah pendekatan yang digunakan untuk memodelkan hubungan antara 1 variabel tetap respons atau kriterion dengan 1 atau lebih variabel bebas prediktor atau regresor. Jika hanya menggunakan 1 variabel bebas, teknik ini disebut sebagai regresi linear sederhana Harlan, 2018. Persamaan untuk model regresi linear sederhana adalah sebagai berikut ………………………………………….…2 Dimana Y merupakan variabel dependen yang akan diramalkan; a merupakan intersep intercept; b merupakan kemiringan slope atau koefisien regresi; X merupakan variabel bebas. Potensi Terjadinya Banjir Rob Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kabupaten Badung Untuk mengetahui potensi terjadinya banjir rob perlu dilakukan prediksi penurunan muka tanah dan pasang tertinggi yang akan terjadi. Pada penelitian ini digunakan metode regresi untuk mengetahui prediksi penurunan muka tanah pada setiap desa dalam jangka waktu 10 tahun dan 20 tahun kedepan dari tahun 2020. Prediksi dilakukan dengan jangka waktu maksimal 20 tahun dikarenakan data yang digunakan untuk memprediksi tergolong pendek yaitu 6 tahun 2 bulan sehingga kurang baik jika digunakan untuk prediksi dalam jangka yang lebih panjang. Agar mempermudah pengamatan penurunan muka tanah, data harian citra yang diperoleh kemudian dirata-ratakan menjadi data bulanan di setiap desa. Dari nilai rata-rata tersebut dibagi manjadi 3 kategori laju penurunan muka tanah yaitu 0 sampai -10 mm lambat, -11 mm sampai -20 mm sedang, dan > -21 mm cepat. Kemudian dibuatkan grafik dan garis regresi linear. Dari regresi linear tersebut didapatkan nilai koefisien determinasi R2, slope kemiringan garis dan intercept. Untuk mengetahui pasang tertinggi menggunakan data prediksi pasang tertinggi HWL dari BIG dari tahun 2000 hingga 2020 sehingga didapatkan nilai pasang tertinggi sebesar 1,646 m, kemudian ditambahkan dengan nilai rata-rata kenaikan muka air laut di Tanjung Benoa yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan Lumban-Gaol et al. 2016 sebesar 4,7 mm/tahun. Maka dapat diprediksi pasang tertinggi pada tahun 2030 adalah 1,693 m dan tahun 2040 sebesar 1,74 m. 3. Hasil dan Pembahasan Laju Penurunan Muka Tanah Gambar 4. Wilayah dengan Penurunan Muka Tanah tertinggi di Kabupaten Badung Gambar 3. Penurunan Muka Tanah di Wilayah Kabupaten Badung a 16 Oktober 2014, b 23 Oktober 2015, c 17 Oktober 2016, d 24 Oktober 2017, e 31 Oktober 2018, f 26 Oktober 2019, g 20 Oktober 2020, h 31 Desember 2020, i Peta Pulau Bali JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 67 Pada penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui penurunan muka tanah di wilayah pesisir Kabupaten Badung dengan menggunkan metode SBAS-DInSAR telah didapatkan hasil seperti pada gambar 3. Pada peta tersebut menampilkan hasil setiap 12 bulan dan tanggal akuisisi data yang berbeda dikarenakan data perekaman citra tidak akan selalu berada pada tanggal yang sama. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa hampir seluruh wilayah pesisir Kabupaten Badung mengalami penurunan muka tanah. Penurunan muka tanah ditampilkan pada warna biru hingga merah, dimana warna tersebut menunjukan seberapa besar penurunan muka tanah yang terjadi pada Gambar 3 dan Gambar 4. Penurunan muka tanah di Kabupaten Badung seperti pada Gambar 3 dan 4 diakibatkan oleh berbagai faktor yaitu adanya beban bangunan dan kondisi geologi. Berdasarkan hasil yang diperoleh penurunan muka tanah cenderung terjadi di bagian selatan dari Kabupaten Badung yang dikarenakan oleh bagian Badung Selatan merupakan wilayah dominasi pariwisata dan sebagian besar kondisi tanahnya berupa tanah alluvial Pemerintah Kabupaten Badung, 2007. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abidin et al. 2011 bahwa penurunan muka tanah yang terjadi dapat disebabkan oleh empat faktor, yaitu pengambilan air tanah secara berlebih, beban bangunan, konsolidasi alami tanah aluvial, dan aktivitas tektonik. Pada Gambar 4 menunjukan dengan lebih jelas bahwa terjadi penurunan muka tanah di wilayah Desa Legian mencapai -231 mm, penurunan muka tanah ditandai dengan adanya piksel berwarna merah. Hal tersebut dikarenakan pada Desa Legian merupakan wilayah yang padat akan pertokoan, penginapan, dan pemukiman dengan jumlah bangunan keseluruhan pada tahun 2019 mencapai bangunan dengan luas wilayah 3,05 km2 BPS Kecamatan Kuta, 2020. Pada umumnya wilayah perkotaan mengalami penurunan muka tanah yang disebabkan oleh beban bangunan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Abidin et al. 2011 dan Yulyta 2018, bahwa salah satu penyebab penurunan muka tanah adalah beban bangunan. Pada piksel yang berlubang dikarenakan wilayah tersebut mengalami uplift, menurut Yastika 2019 hilangnya piksel juga dapat terjadi karena SBAS-DInSAR tidak dapat mendeteksi area vegetasi dan air karena hilang atau rendahnya nilai koheren. Pada kasus ini hilang atau rendahnya nilai koheren dipengaruhi oleh tingkat kekasaran surface roughness permukaan obyek, sedangkan permukaan obyek yang halus akan menghamburkan sebagian besar sinyal, dan permukaan yang kasar akan memantulkan lebih banyak sinyal ke sensor Lillesand et al., 2004. Penurunan muka tanah 0 sampai -10 mm Lambat Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan 8 desa dengan laju penurunan muka tanah tergolong lambat yaitu Desa Cemagi dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -0,66 mm. Desa Munggu dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -1,29 mm. Desa Perenan dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -5,97 mm. Desa Canggu dengan nilai penurunan muka Gambar 5. Bagian Kiri Peta Penurunan Muka Tanah dan Bagian Kanan Grafik Time Series Penurunan Muka Tanah Kategori Lambat Pada a Desa Cemagi, b Desa Munggu, c Desa Perenan, d Desa Canggu, e Desa Tububeneng, f Desa Kerobokan Kelod, g Desa Seminyak, h Desa Benoa JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 68 tanah mencapai -3,93 mm. Desa Kerobokan Kelod dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -4,80 mm. Desa Tibubeneng dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -7,41 mm. Desa Seminyak dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -5,89 mm. Desa Benoa dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -7,51 mm. Pada wilayah-wilayah tersebut, lambatnya laju penurunan muka tanah yang terjadi seperti pada Desa Cemagi dan Desa Munggu diakibatkan karena sebagian besar wilayahnya masih berupa sawah atau area vegetasi, dapat dilihat pada gambar terdapat banyak area yang tidak terdapat nilai piksel. Karena pada wilayah tersebut masih didominasi oleh area vegetasi sehingga minimnya beban bangunan atau pengaruh terhadap pengunaan air tanah secara berlebih dan masih adanya daerah resapan air tanah. Sedangkan pada Desa Tibubeneng, Desa Seminyak, dan Desa Benoa sebagian besar wilayahnya sudah mulai terdapat bangunan seperti pemukiman dan sarana pendukung kegiatan wisata. Oleh karena itu wilayah tersebut mengalami laju penurunan muka tanah yang sedikit lebih cepat. Penurunan muka tanah -11mm sampai -20mm Sedang Gambar 6. Bagian Kiri Peta Penurunan Muka Tanah dan Bagian Kanan Grafik Time Series Penurunan Muka Tanah Kategori Sedang Pada a Desa Kuta, b Desa Jimbaran Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan 2 desa dengan laju penurunan muka tanah tergolong sedang yaitu Desa Kuta dan Desa Jimbaran. Desa Kuta dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -19,68 mm. Desa Jimbaran dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -18,08 mm. Pada wilayah Desa Kuta dan Desa Jimbaran laju penurunan muka tanah pada wilayah tersebut tergolong sedang karena memang padatnnya wilayah tersebut. Menurut BPS Kecamatan Kuta 2020 di Desa Kuta pada tahun 2019 terdapat buah bangunan pada Desa Kuta yang merupakan pusat pariwisata di Kabupaten Badung dan pada kedua wilayah tersebut karena banyaknya bangunan sehingga wilayah yang dapat digunakan sebagai wilayah resapan cukup sedikit. Penurunan muka tanah > -21mm Cepat Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan empat desa dengan laju penurunan muka tanah tergolong cepat yaitu Desa Kedonganan, Desa Legian, Desa Tuban, dan Desa Tanjung Benoa. Desa Kedonganan dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -25,82 mm. Desa Legian dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -28,19 mm. Desa Tuban dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -33,38 mm. Desa Tanjung Benoa dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -24,61 mm. Gambar 7. Bagian Kiri Peta Penurunan Muka Tanah dan Bagian Kanan Grafik Time Series Penurunan Muka Tanah Kategori Cepat Pada a Desa Kedonganan, b Desa Legian, c Desa Tuban, d Desa Tanjung Benoa Dari seluruh wilayah pengamatan penurunan muka tanah tercepat berada pada Desa Tuban, hal tersebut dapat dilihat pada gambar 7 yang dimana penurunan muka tanah terjadi pada sebagian wilayah pada Desa Tuban yang digunakan sebagai bandara. Menurut Zhuo et al. 2020, wilayah yang pernah dilakukan pengurukan pada masa lalu seperti pada wilayah bandara merupakan salah satu penyebab penurunan muka tanah karena kandungan tanah dari reklamasi atau pengurukan yang belum padat yang kemudian terjadi kompresi dengan adanya kendaraan berat. Berdasarkan grafik penurunan muka tanah yang didapatkan, dapat dilihat bahwa pada setiap desa dominan mengalami penurunan muka tanah baik secara cepat atau lambat. Perbedaan penurunan muka tanah tersebut dapat dipengaruhi dari beban bangunan yang ada dan berkurangnya air dalam tanah yang diakibatkan oleh penggunaan yang berlebih. Potensi Terjadinya Banjir Rob Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kabupaten Badung Tabel 1. Nilai Penurunan Muka Tanah dan Prediksi Penurunan Muka Tanah JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 69 Berdasarkan perhitungan prediksi penurunan muka tanah menggunakan metode regresi linear didapatkan nilai prediksi penurunan muka tanah dari data pengamatan citra satelit tahun 2014 hingga tahun 2020. Pada tahun 2020 Desa Tuban merupakan wilayah dengan penurunan muka tanah tertinggi dengan -33,38 mm. Pada hasil prediksi dapat dilihat bahwa penurunan muka tanah hingga tahun 2040 pada Desa Tuban dapat mencapai -141,86 mm. Hal tersebut tentunya dapat lebih diperhatikan dalam upaya mitigasi, terlebih wilayah tersebut merupakan objek vital berupa bandara udara. Luasan wilayah yang berpotensi tergenang oleh banjir rob dapat dipetakan berdasarkan data prediksi penurunan muka tanah, data pasang tertinggi, dan nilai prediksi kenaikan muka air laut setiap tahunnya. Dalam penelitian ini prediksi banjir rob diasumsikan pada kondisi seperti saat ini atau tidak ada kondisi antisipasi pembuatan tanggul, pembangunan Giant Wall, dll dan nilai kenaikan muka air laut tetap 4,7mm/tahun. Adapun peta potensi genangan banjir rob yang akan terjadi pada tahun 2030 dan 2040 dapat disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Prediksi Genangan Banjir Pada a Desa Cemagi, b Desa Munggu, c Desa Perenan, d Desa Canggu, e Desa Tububeneng, f Desa Kerobokan Kelod, g Desa Seminyak, h Desa Legian, i Desa Kuta, j Desa Tuban, k Desa Kedonganan, l Desa Jimbaran, m Desa Benoa, n Desa Tanjung Benoa JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 70 Tabel 2. Nilai Prediksi Luas dan Jarak Genangan Banjir Rob Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa setiap tahun luas genangan dan jarak genangan banjir rob dari pantai semakin meluas dengan adanya pengaruh dari penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut. Lahan yang berpotensi terdampak pada umumnya merupakan wilayah pemukiman, bandara, dan wilayah wisata pesisir. Menurut Nicholls et al. 2000 bahwa banjir rob di wilayah pesisir dapat menyebabkan berbagai gangguan berupa gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota yang dekat dengan pantai, terganggunya fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, area pelabuhan dan area bandara, terganggunya kawasan permukiman, berkurangnya produktivitas lahan pertanian, dan dapat meningkatkan risiko wabah penyakit. Desa yang memiliki potensi genangan terluas yaitu Desa Tuban, hal tersebut dapat diakibatkan karena elevasi pada desa tersebut tergolong rendah. Pada Desa Tuban wilayah yang sangat terdampak yaitu pada bandara I Gusti Ngurah Rai. Hal tersebut akan menjadi kerugian bagi masyarakat dan pelaku wisata yang terdampak dengan terjadinya banjir rob. 4. Kesimpulan Pada seluruh wilayah penelitian cenderung terjadi penurunan muka tanah secara linear. Laju penurunan muka tanah pada penelitian ini terjadi hingga -33,38 mm pada tahun 2020 di Desa Tuban, sedangkan pada Desa Cemagi -0,66 mm, Desa Munggu -1,29 mm, Desa Perenan -5,97 mm, Desa Canggu -3,93 mm, Desa Kerobokan Kelod -4,8 mm, Desa Tibubeneng -7,41 mm, Desa Kedonganan -25,82 mm, Desa Kuta -19,68 mm, Desa Legian -28,19 mm, Desa Seminyak -5,89 mm, Desa Benoa -7,51 mm, Desa Jimbaran -18,08 mm, dan Desa Tanjung Benoa -24,61 mm. Sedangkan wilayah yang berpotensi terjadinya banjir rob dengan genangan yang akan terus meluas dikarenakan oleh adanya penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut yang terjadi. Potensi genangan pada tahun 2030 seluas 241,56 ha, dan tahun 2040 seluas 261,58 ha. Desa yang rentan terjadi banjir rob karena cepatnya penurunan muka tanah dan elevasi tanah yang tergolong rendah adalah desa Tuban. Ucapan Terima Kasih Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, orang tua, dosen pembimbing maupun penguji, dan teman-teman atas segala bentuk dukungannya yang diberikan selama penelitian berlangsung. Daftar Pustaka [BPS] Badan Pusat Statistika Kabupaten Badung. 2020. Kabupaten Badung dalam Angka 2020. Badung Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. [BPS Kecamatan Kuta] Badan Pusat Statistika Kabupaten Badung. 2019. Kecamatan Kuta Dalam Angka 2019. Badung Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. Abidin, Andreas, H., Gumilar, I., et al. 2011. Land subsidence of Jakarta Indonesia and its relation with urban development. Nat Hazards 59, 1753. Akbar Tengku Oki Al, Yudo Prasetyo, Arwan Putra Wijaya. 2015. Analisis Dampak Penurunan Muka Tanah Terhadap Tingkat Ekonomi Menggunakan Kombinasi Metode DInSAR dan SIG Studi Kasus Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip Vol. 4 No. 4. Berardino Paolo, G. Fornaro, R. Lanari and E. Sansosti. 2002. A New Algorithm for Surface Deformation Monitoring Based on Small Baseline Differential SAR Interferograms. IEEE Transactions On Geoscience And Remote Sensing, Vol. 40, No. 11. Ferretti, A., Andrea Monti-Guarnieri, Claudio Prati, dan Fabio Rocca. 2007. InSAR Principles Guidelines for SAR Interferometry Processing And Interpretation. The Netherlands ESA Publications. Harlan Johan. 2018. Analisis Regresi Linear. Depok Gunadarma. Islam Y. Prasetyo, B. Sudarsono. 2017. Analisis Penurunan Muka Tanah Land Subsidence Kota Semarang Menggunakan Citra Sentinel-1 Berdasarkan Metode Dinsar Pada Perangkat Lunak Snap. Jurnal Geodesi Undip, vol. 6, no. 2, pp. 29-36. S. Kahar, P. Purwanto, W. K. Hidajat. 2011. Dampak Penurunan Tanah dan Kenaikan Muka Laut Terhadap Luasan Genangan Rob di Semarang. Jurnal Presipitasi Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan, 72, 83-91. Klein Nicholls, 1999. Assesment of Coastal Vulnerability to Climate Change. Ambio, 28 2, 182-187. Kulp, Strauss, New Elevation Data Triple Estimates of Global Vulnerability to Sea-Level Rise and Coastal Flooding. Nat Commun 10, 4844. Lillesand, Thomas M, Kiefer, RW Chipman and Jonathan W. 2004. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. Lumban-Gaol Jonson, Amellus Andi Mansawan, James P. Panjaitan. 2016. Variation and Trend of Sea Level Derived from Altimetry Satellite and Tide Gauge in Cilacap and Benoa Coastal Areas. International Journal of Remote Sensing and Ocean Sciences June 201659-66. Nicholls, de la Vega-Leinert dan Anne. 2000. Overview of The SURVAS Projet. Proceeding of APN / SURVAS / LOICZ Joint Conference on Coastal Impacts of Climate Change and Adaptation in The Asia-Pacipic Region, Kobe Japan 14-16 Nopember 2000. Parwata, I. N. S. et al. 2020. Monitoring the Subsidence Induced by Salt Mining in Tuzla, Bosnia and Herzegovina by SBAS-DInSAR Method. Rock Mechanics and Rock Engineering 53 5155 - 5175. Pemerintah Kabupaten Badung. 2007. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Badung Tahun 2007. Badung Pemerintah Kabupaten Badung Provinsi Bali Sukearsana I., Sila Dharma I., Nuarsa I. 2015. Kajian Daerah Terintrusi Air Laut Di Wilayah Pesisir Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. ECOTROPHIC Jurnal Ilmu Lingkungan Journal of Environmental Science, 92, 72-78 Umilia Ema, dkk. 2017. Pengembangan Air Terjun Coban Pelangi Desa Wisata Gubugklakah Kabupaten Malang Berdasarkan Potensi Ekonomi dan Sosial Masyarakat. ITS. Surabaya. Whittaker and Reddish 1989. Subsidence Occurence, Prediction and Control. DME Univ of Notthingham, Elsiver, New York. Yastika Putu Edi. 2019. Application of Multi-temporal Differential Interferometry SAR to Long-term Monitoring Subsidence in Semarang, Indonesia and Volcanic Deformation in Sakurajima, Japan. Doctoral Dissertation. Japan Yamaguchi University. Yualelawati E dan Syihab U. 2008. Mencerdasi Bencana. Jakarta PT. Grasindo. Yulyta Sendy Ayu. 2018. Aplikasi Metode SBAS-DInSAR Menggunakan Data Sentinel-1A Untuk Pengamatan Penurunan Muka Tanah Di Kota Surabaya. Tesis. Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Zhuo Guanchen., et al. 2020. Evaluating Potential Ground Subsidence Geo-Hazard of Xiamen Xiang’an New Airport on Reclaimed Land by SAR Interferometry. Journal Sustainability 2020, 12, 6991. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Zhuo Keren DaiHuina HuangJin DengThe land reclaimed from the seaside may have a long-term subsidence trend, which poses a potential geohazard in the future land use. Xiamen Xiang’an New Airport XXNA is built on reclaimed land since 2016. Based on the spaceborne Sentinel-1 data between January 2018 to April 2019 and the time series interferometric synthetic aperture radar InSAR technique, this paper analyzed the reclaimed land subsidence evolution at XXNA in this period. InSAR measurements show that XXNA is suffering from severe subsidence, mainly in three regions because of the earth and sand compacting. By analyzing the spatial subsidence characterizations of the main subsiding areas combined with historical land reclamation and future land use planning, we find the potential threat of subsidence to future land use. Correlation between subsidence and the period of reclamation was found, indicating that the consolidation and compression in dredger fill is the main cause of subsidence. By combining subsidence monitoring results with different land use types and adopting the Expectation Ex and Entropy En methods, we analyzed the key area with potential subsidence geo-hazard. This work shows that with SAR interferometry, it is possible to find the large area ground subsidence in the airport reclaimed area. The areas with potential subsidence geo-hazards are consistent with the deep reclaimed earth, which means high subsidence risk in the ground subsidence induced by salt mining has been causing significant damage in Tuzla, Bosnia and Herzegovina since the 1950s. Several investigations and geodetic surveys have been conducted, traditional topographic surveys 1950–2003 and static GPS surveys 2004–2007. The last GPS survey 2006–2007 revealed that the subsidence in Tuzla was still occurring at a rate of about βˆ’ 10 cm/year in some areas. Although monitoring of the subsidence has been on-going at a few points since 2010, by means of the real-time kinematic GNSS method, it lacks spatial coverage. Therefore, an appropriate method is required to monitor the subsidence over an extensive area at a low cost and with less labor time. Differential Interferometry Synthetic Aperture Radar DInSAR, together with the Small Baseline Subset SBAS time-series algorithm, is one of the solutions for use as an effective monitoring tool. The spatial distribution of the subsidence obtained by SBAS-DInSAR shows a good agreement with the subsidence obtained from the former monitoring results. The temporal transition of the subsidence obtained by SBAS-DInSAR is evaluated using the results by the real-time kinematic GNSS monitoring system. It was shown that the DInSAR results coincide with the GNSS results with a discrepancy of less than 10 mm. SBAS-DInSAR detected that the subsidence had almost vanished everywhere, except the north and northeast portions of Pannonica Lake where the rate of subsidence was βˆ’ 1 to βˆ’ 4 cm/year during the period of October 2014–May 2019. This study demonstrates that SBAS-DInSAR can be employed as a useful and effective subsidence monitoring tool without the need to install any devices in the monitoring estimates of global mean sea-level rise this century fall below 2 m. This quantity is comparable to the positive vertical bias of the principle digital elevation model DEM used to assess global and national population exposures to extreme coastal water levels, NASA’s SRTM. CoastalDEM is a new DEM utilizing neural networks to reduce SRTM error. Here we show – employing CoastalDEMβ€”that 190 M people 150–250 M, 90% CI currently occupy global land below projected high tide lines for 2100 under low carbon emissions, up from 110 M today, for a median increase of 80 M. These figures triple SRTM-based values. Under high emissions, CoastalDEM indicates up to 630 M people live on land below projected annual flood levels for 2100, and up to 340 M for mid-century, versus roughly 250 M at present. We estimate one billion people now occupy land less than 10 m above current high tide lines, including 250 M below 1 m. Richard KleinRobert J. NichollsThis paper presents the concepts and ideas that underpin the chapter Coastal Zones of the UNEP Handbook. Particular emphasis is given to the conceptual framework, which is centered around the concept of vulnerability. Further, the IPCC Common Methodology for Assessing Coastal Vulnerability to Sea-Level Rise is evaluated and compared with the Technical Guidelines. One notable difference between the 2 approaches concerns the use of scenarios. In the Common Methodology scenarios are prescribed, while the Technical Guidelines allow users maximum freedom in selecting and developing scenarios. Finally, the paper discusses 3 levels of increasingly complex assessment in coastal zones. As more experience is acquired, coastal databases improve and better analytical tools and techniques are developed, more comprehensive and integrated assessments will become is the capital city of Indonesia with a population of about million people, inhabiting an area of about 660 square-km. In the last three decades, urban development of Jakarta has grown very rapidly in the sectors of industry, trade, transportation, real estate, and many others. This exponentially increased urban development introduces several environmental problems. Land subsidence is one of them. The resulted land subsidence will also then affect the urban development plan and process. It has been reported for many years that several places in Jakarta are subsiding at different rates. The leveling surveys, GPS survey methods, and InSAR measurements have been used to study land subsidence in Jakarta, over the period of 1982–2010. In general, it was found that the land subsidence exhibits spatial and temporal variations, with the rates of about 1–15 cm/year. A few locations can have the subsidence rates up to about 20–28 cm/year. There are four different types of land subsidence that can be expected to occur in the Jakarta basin, namely subsidence due to groundwater extraction, subsidence induced by the load of constructions settlement of high compressibility soil, subsidence caused by natural consolidation of alluvial soil, and tectonic subsidence. It was found that the spatial and temporal variations of land subsidence depend on the corresponding variations of groundwater extraction, coupled with the characteristics of sedimentary layers and building loads above it. In general, there is strong relation between land subsidence and urban development activities in present a new differential synthetic aperture radar SAR interferometry algorithm for monitoring the temporal evolution of surface deformations. The presented technique is based on an appropriate combination of differential interferograms produced by data pairs characterized by a small orbital separation baseline in order to limit the spatial decorrelation phenomena. The application of the singular value decomposition method allows us to easily "link" independent SAR acquisition datasets, separated by large baselines, thus increasing the observation temporal sampling rate. The availability of both spatial and temporal information in the processed data is used to identify and filter out atmospheric phase artifacts. We present results obtained on the data acquired from 1992 to 2000 by the European Remote Sensing satellites and relative to the Campi Flegrei caldera and to the city of Naples, Italy, that demonstrate the capability of the proposed approach to follow the dynamics of the detected of sea levels continuously is very important in order to adapt the disasters in the coastal areas. Conventionally observations of sea level using tide gauge, but the number of tide gauge installed along the coast of Indonesia is still limited. Altimetry satellite data is one solution; therefore it is necessary to assess the potential and accuracy of altimetry satellite data to complement the sea level data from tide gauges. The study was conducted in the coastal waters of Cilacap and Bali by analysis data Envisat satellite altimetry for period 2003 to 2010 and data compiled from a variety of satellite altimetry from 2006 to 2014. Data tidal was used as a comparison of altimetry satellite data. The altimetry satellite data in Cilacap and Benoa waters more than 90% could be used to assess the variation and the sea level rise during the period 2003-2010. The rate of sea level rise both the data of tidal and satellite altimetry data indicates the same rate was mm/year in Cilacap. in Benoa are mm/year and mm/year Badung dalam Angka 2020. Badung Badan Pusat Statistik Kabupaten BadungBadan Pusat Statistika KabupatenBadungBadan Pusat Statistika Kabupaten Badung. 2020. Kabupaten Badung dalam Angka 2020. Badung Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. [BPS Kecamatan Kuta] Badan Pusat Statistika Kabupaten Badung. 2019. Kecamatan Kuta Dalam Angka 2019. Badung Badan Pusat Statistik Kabupaten Dampak Penurunan Muka Tanah Terhadap Tingkat Ekonomi Menggunakan Kombinasi Metode DInSAR dan SIG Studi Kasus Kota SemarangAkbar Tengku Oki AlYudo PrasetyoAkbar Tengku Oki Al, Yudo Prasetyo, Arwan Putra Wijaya. 2015. Analisis Dampak Penurunan Muka Tanah Terhadap Tingkat Ekonomi Menggunakan Kombinasi Metode DInSAR dan SIG Studi Kasus Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip Vol. 4 No. Principles Guidelines for SAR Interferometry Processing And InterpretationA FerrettiAndrea Monti-GuarnieriClaudio PratiFabio DanRoccaFerretti, A., Andrea Monti-Guarnieri, Claudio Prati, dan Fabio Rocca. 2007. InSAR Principles Guidelines for SAR Interferometry Processing And Interpretation. The Netherlands ESA Publications. BERITA 02 Des 2011. TABEL-TABEL PASANG SURUT. Untuk menyelesaikan berbagai problem pasang surut, maka di atas kapal terdapatlah tabel-tabel pasang surut.A. Untuk Kepulauan Indonesia, termasuk Singapura, kita memakai daftar pasang surut Kepulauan Indonesia (Indonesian archipelago tidetables) yang diterbitkan oleh HIDRAL (Hidrografi AL). Muka ο»ΏMangrove merupakan ekosistem khas pesisir di wilayah pasang surut air laut dengan karakteristik habitat yang unik di setiap jenisnya. Mangrove Indonesia terluas dunia yaitu 3,4 juta hektar, tetapi 1,82 juta ha mangrove Indonesia berada dalam keadaan kritis 2018 dan selama kurun waktu 2010 – 2015 terjadi degradasi mangrove seluas ha. Terjadi fenomena unik pada mangrove di Teluk Benoa, Bali yaitu diebackyang menyerang tiga jenis mangrove sejati menjadi sekarat atau mati karena perubahan lingkungan Meski bisa dilakukan reboisasi, ekosistem mangrove dewasa’ telah memberikan jasa ekosistem seperti jadi tembok alami pesisir, pencegah likuifaksi dan habitat fauna penting. Mangrove sekarang bukan hal yang asing lagi ditelinga kita. Tumbuhan yang berada di wilayah pesisir ini sering juga disebut dengan bakau. Padahal istilah bakau sebenarnya merujuk pada nama keluarga jenis mangrove Rhizophoraceae. Hidup di wilayah pasang surut air laut dengan karakteristik habitat yang unik disetiap jenisnya. Jika lebih teliti, kita bisa mengambil banyak informasi berguna dari pola hidup mereka. Contoh saja jenis mangrove Sonneratia caseolaris nama lokal Prapat, jenis mangrove ini bisa dijadikan sebagai petunjuk adanya aliran air tawar yang masuk ke dalam wilayah pasang surut, karena sifatnya secara alami memang tumbuh di sepanjang aliran tersebut. Begitu juga dengan Xylocarpus granatum nama lokal Nyirih yang menjadi indikator batas pasang tertinggi dari air laut. Dari hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa secara kasat mata mangrove memiliki peran penting sebagai penyeimbang iklim Bumi melalui penyimpanan karbonnya yang 3 – 5 kali jauh lebih besar dari hutan hujan tropis Murdiyarso et al.,2015. baca Nasib Miris Hutan Mangrove Teluk Benoa Taman hutan rakyat Teluk Benoa, akankah tetap bertahan di tengah beragam ancaman termasuk reklamasi besar-besaran? Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia Sejarah mengatakan, mangrove di Indonesia sebenarnya telah dieksploitasi sejak tahun 1800 khususnya untuk perikanan tambak dan pengambilan hasil kayunya Ilman et al.,2016 dan pada tahun 2018 Kemenko Maritim melalui laporannya menuliskan, 1,82 juta ha mangrove Indonesia berada dalam keadaan kritis dan selama kurun waktu 2010 – 2015 terjadi degradasi mangrove seluas ha. Dengan total luasan 3,4 juta hektar KLHK, 2017 dan memiliki mangrove terluas di dunia, kita seharusnya bangga dan dapat mempertahankan luasan tersebut agar tetap terjaga atau jauh meningkat dengan diimbangi jaminan kualitas ekosistemnya. Baru-baru ini degradasi mangrove ditemukan pada wilayah teluk Benoa. Munculnya fenomena unik yang disebut dengan dieback menyerang jenis Sonneratia, Rhizophora, dan Avicennia di wilayah tersebut. Ketiga jenis mangrove sejati itu terlihat sekarat atau mati karena ketidakmampuan sistem jaringannya untuk beradaptasi pada perubahan lingkungan yang terjadi. Batang dan rantingnya kering kehilangan kelembabannya hingga berwarna abu-abu, tidak ada daun yang menempel di batang, serta tidak ditemukan anakan yang hidup dari jenis tersebut disekitarnya. Fenomena ini sebagian besar menghancurkan mangrove disebelah utara area reklamasi pembangunan proyek pelabuhan Benoa, tepatnya di Kelurahan Pedungan, lainnya tersebar hingga ke Kelurahan Sesetan – Denpasar. baca juga Sedihnya Duta Earth Hour Lihat Mangrove Benoa Bali Tersisa 1%. Kok Bisa? Kondisi mangrove dieback pada jenis Sonnerita sp. yang ada di Teluk Benoa semua bagian mangrove mengering dan berwana abu-abu, akar nafas tertutup sedimen, dan kondisi permukaan tanah yang kering ditandai dengan rekahan tanah. Foto akmakhas/mangrove nusantara/Mongabay Indonesia Hasil pemantauan melalui citra satelit Sentinel-2 pada bulan Januari 2019, dieback telah menghancurkan setidaknya 8,95 hektar area mangrove di Teluk Benoa, dan secara temporal dapat berpotensi menyebar ke wilayah sekitarnya dimana berujung pada kematian massal mangrove yang ada disana. Gambar 3 menunjukkan sebaran mangrove dieback dari tahun 2017 hingga awal tahun 2019. Dari hasil pengamatan lapangan, faktor pemicu utama fenomana dieback tersebut adalah tingginya sedimentasi yang masuk kedalam area mangrove sehingga menutupi sebagian besar akar nafas yang ada disana. Akar nafas digunakan oleh mangrove untuk membantu mengambil oksigen dari udara melalui lentiselnya guna proses metabolisme. Jika dalam keadaan normal, seharusnya akar-akar tersebut terlihat di permukaan tanah. Selain itu, indikasi aliran pasang surut yang terganggu akibat sedimentasi terlihat di beberapa tempat, kondisi tanah yang retak di sekitar mangrove menunjukkan sirkulasi air tidak dapat masuk ke wilayah tersebut dengan benar, karena normalnya habitat dari ketiga mangrove tersebut harus berada di wilayah sirkulasi dengan aliran pasang surut setiap harinya. Indikasi lain seperti limbah dan sampah juga ditemukan tersebar disekitar wilayah tersebut terlihat minyak dan plastik disekitar area mangrove. Perubahan struktur tanah dimungkinkan juga bisa menjadi penyebab lain terjadinya fenomena tersebut. menarik dibaca Menjaga Hutan Mangrove Teluk Benoa ala Nelayan Wanasari Hasil pemantauan mangrove dieback dari tahun 2017 hingga 2019 melalui citra satelit Sentinel-2. Didapati bahwa pada tahun 2017 fenomena dieback ternyata sudah terjadi di area tersebut dan setidaknya merusak 2,43 ha area mangrove disana. Pada tahun 2018, area tersebut meluas hingga 7,41 ha, kemudian pada awal Januari sudah terdeteksi menjadi 8,95 ha. Foto Sentinel/Mongabay Indonesia Mangrove dieback sebenarnya fenomena yang dapat dikatakan jarang di Indonesia, namun tercatat pernah terjadi juga di Pulau Mantehage-Sulawesi Utara dan Karimunjawa-Jawa Tengah. Negara Australia pada tahun 2015 juga pernah mengalami hal yang serupa dan telah mematikan +7400 hektar mangrove di Pesisir Cartepentaria yang dipicu oleh kekeringan dan penurunan muka air laut. Penanaman atau tumbuhnya anakan mangrove baru di daerah tersebut untuk menggantikan mangrove yang mati bisa saja terjadi dan dilakukan, karena kondisi lingkungan diperkirakan masih kondusif untuk rekolonisasi mangrove mangrove baru bisa dari jenis lain dari benih lokal yang ada. Namun hal yang perlu diingat adalah anakan mangrove tidak dapat menggantikan langsung jasa ekosistem yang telah dibentuk dan diberikan oleh mangrove sebelumnya, karena mereka butuh waktu untuk berkembang dan setidaknya perlu bertahun-tahun untuk mencapai pada tingkatan dewasa dan kuat guna menjadi β€œtembok alami” lagi. Kajian terkait untuk sedimentasi dan pola hidrologi mangrove, begitu juga dengan kemungkinan indikasi pemicu lain fenomena tersebut perlu segera dilakukan, sehingga rencana tindak lanjut dapat dijalankan dan tepat sasaran. Bila tidak, tembok alami pengikat tanah yang telah hidup selama puluhan tahun tersebut dapat hilang dan pada akhirnya menimbulkan bencana yang lebih besar seperti likuifaksi dan berdampak secara signifikan terhadap hilangnya fauna-fauna penting yang hidup disana. *** Pustaka Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2017. Siaran pers nomor SP. 58/HUMAS/PP/ Miliki 23% ekosistem mangrove dunia, Indonesia tuan rumah konferensi internasional mangrove 2017. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2018. Sebaran mangrove kritis Indonesia. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Jakarta Murdiyarso, D., Purbopuspito, J., Kauffman, Warren, Sasmito, Donato, Manuri, S., Krisnawati, H., Taberina, S., Kurnianto, S. 2015. The potential of Indonesian mangrove forests for global climate change mitigation. Nature Climate Change, 51089-1092. Muhammad Ilman, Paul Dargusch, Peter Dart, Onrizal. 2016. A historical analysis of the drivers of loss and degradation of Indonesia’s mangroves. Land Use Policy, 54 *** *Hanggar Prasetio, Ridge to Reef GIS Coordinator Conservation International Indonesia. Artikel ini merupakan opini penulis Artikel yang diterbitkan oleh
Andabisa lihat sendiri di solar panel pasang surut air yang ada hubungannya dengan laut. Pasti ada tanggal mancing yang dsuguhkan. Namun bila anda mencari disana biasanya per tanggal bulan dan tahun anda masukan. Misal tanggal 7 maka anda akan mendapat informasi tanggal 7 sesuai dengan bulan dan tahun yang anda masukkan.
Perairan Teluk Benoa merupakan kawasan semi tertutup dengan mulut sempit yang memisahkan antara Pulau Serangan dan Tanjung Benoa. Arus laut perairan Teluk Benoa, yang dekat pantai berperan penting dalam proses transpor sedimen di daerah pantai yang merupakan daerah gelombang mulai pecah hingga ke arah garis pantai. Tujuan penelitian adalah mengetahui karakteristik arus laut yang terjadi, analisis dari penyajian secara scatter plot dan stic plot , sehingga diketahui faktor dominan pembangkit arus tersebut. Data arus laut diperoleh dari hasil pengukuran pihak swasta menggunakan alat ukur ADCP. Analisis arus laut dengan scatter dan stic plot untuk melihat arah dominan arus, serta melihat hubungan kejadian arus dengan pasang surut air laut, selain itu juga dengan perhitungan kisaran kecepatan arus yang terjadi selama pengukuran. Hasil yang diperoleh adalah arus laut di perairan Teluk Benoa berkisar antara 0,001 - 1,715 m/s pengamatan bulan Juni - Juli 2015. Kecepatan arus pada mulut teluk lebih besar maksimal sebesar 1,715 m/s, sedangkan di dalam teluk kecepatan arus lebih rendah maksimal sebesar 0,883 m/s. Pada saat air pasang, arah arus dominan ke arah dalam teluk dan saat air laut surut arah dominan arus ke arah luar teluk. Kesimpulan yang diperoleh adalah kejadian arus laut di perairan Teluk Benoa lebih dominan berupa arus pasang surut. Saat kondisi bulan purnama kecepatan arus lebih tinggi dari pada saat posisi bulan separuh kuarter pertama atau ketiga. Pada umumnya, pada mulut teluk memiliki arus yang cukup tinggi sebagai akibat celah sempit, dengan pola yang tidak beraturan akibat pengaruh perlintasan kapal dan aktivitas keluar masuk - uploaded by Try Al TantoAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Try Al TantoContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Karakteristik Arus Laut Perairan Teluk Benoa – Bali .......................................................................................................... Al Tanto. T 37 KARAKTERISTIK ARUS LAUT PERAIRAN TELUK BENOA – BALI Characteristics of Sea Current in Benoa Bay Waters – Bali Try Al Tanto1, Ulung Jantama Wisha1, Gunardi Kusumah1, Widodo S. Pranowo2, Semeidi Husrin2, Ilham1, dan Aprizon Putra1 1Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir, BRSDMKP KKP 2Pusat Riset Kelautan, BRSDMKP KKP Jalan Raya Padang – Painan Bungus – Kota Padang E-mail Diterima received 07 Maret 2017; Direvisi revised 17 Mei 2017; Disetujui untuk dipublikasikan accepted 19 Juli 2017ABSTRAK Perairan Teluk Benoa merupakan kawasan semi tertutup dengan mulut sempit yang memisahkan antara Pulau Serangan dan Tanjung Benoa. Arus laut perairan Teluk Benoa, yang dekat pantai berperan penting dalam proses transpor sedimen di daerah pantai yang merupakan daerah gelombang mulai pecah hingga ke arah garis pantai. Tujuan penelitian adalah mengetahui karakteristik arus laut yang terjadi, analisis dari penyajian secara scatter plot dan stic plot, sehingga diketahui faktor dominan pembangkit arus tersebut. Data arus laut diperoleh dari hasil pengukuran pihak swasta menggunakan alat ukur ADCP. Analisis arus laut dengan scatterdan stic plot untuk melihat arah dominan arus, serta melihat hubungan kejadian arus dengan pasang surut air laut, selain itu juga dengan perhitungan kisaran kecepatan arus yang terjadi selama pengukuran. Hasil yang diperoleh adalah arus laut di perairan Teluk Benoa berkisar antara 0,001 - 1,715 m/s pengamatan bulan Juni - Juli 2015. Kecepatan arus pada mulut teluk lebih besar maksimal sebesar 1,715 m/s, sedangkan di dalam teluk kecepatan arus lebih rendah maksimal sebesar 0,883 m/s. Pada saat air pasang, arah arus dominan ke arah dalam teluk dan saat air laut surut arah dominan arus ke arah luar teluk. Kesimpulan yang diperoleh adalah kejadian arus laut di perairan Teluk Benoa lebih dominan berupa arus pasang surut. Saat kondisi bulan purnama kecepatan arus lebih tinggi dari pada saat posisi bulan separuh kuarter pertama atau ketiga. Pada umumnya, pada mulut teluk memiliki arus yang cukup tinggi sebagai akibat celah sempit, dengan pola yang tidak beraturan akibat pengaruh perlintasan kapal dan aktivitas keluar masuk teluk. Kata kunci arus laut, karakteristik arus laut, arus pasang surut, Teluk Benoa ABSTRACT Benoa Bay waters is a semi-enclosed area with quite a narrow mouth that separates the Serangan Island and Tanjung Benoa. Ocean currents in Benoa Bay, which is close to the beach plays an important role in the process of sediment transport in the beach area where is the waves began to break up towards the shoreline. The research objective was to know the characteristics of ocean currents that occur, from the analysis of the scatter and stic plot, so it’s known that the dominant factor of the current generator. The data of ocean currents obtained from the measurement of private parties using ADCP measuring instrument. Analysis of ocean currents with scatter and stic plot to see the dominant direction of current, and to see the relationship of current occurrence with the tide, besides also with calculation of current velocity. The results obtained are ocean currents in the Benoa Bay waters ranged from 0,001 to 1,715 m/s observations in June-July 2015. Flow velocity at the mouth of the bay is greater maximum of 1,715 m/s, while in the lower bay flow speed maximum of 0,883 m/s. At high tide, the dominant current direction towards the bay and vice versa during low tide predominant direction of flow towards the outside of the bay. The conclusion is the incidence of ocean currents in the Benoa Bay waters is predominantly influenced by the tidal current. When the full moon conditions the current velocity is higher than at half month position. In general, at the mouth of the bay has a current high enough as a result of the narrow gap, with irregular pattern due to the influence and activities of ship crossings in and out of the bay. Keywords ocean current, characteristics of ocean current, tidal current, Benoa Bay PENDAHULUAN Wilayah perairan Teluk Benoa terletak pada bagian Tenggara Pulau Bali, merupakan kawasan semi tertutup dengan mulut teluk cukup sempit yang memisahkan antara Pulau Serangan dan Tanjung Benoa. Teluk Benoa merupakan perairan lintas Kabupaten Badung dan Kota Denpasar Sudiarta et al., 2013, untuk kapal – kapal yang keluar masuk Pelabuhan Benoa, tentunya perairannya sangat Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 23 Mei 2017 37-4838 ramai untuk dilintasi. Ditambah lagi, pada kawasan ini juga merupakan salah satu destinasi pariwisata di Pulau Bali, kawasan Teluk Benoa banyak dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Selain itu, pada perairannya juga sudah terjadi beberapa reklamasi berupa reklamasi Pulau Serangan, Pelabuhan Benoa, dan juga jalan Tol yang dapat merubah secara signifikan kawasan perairan di dalam teluk. Salah satu parameter di perairan Teluk Benoa yang sangat penting dan mendapatkan pengaruh cukup tinggi dari segala aktivitas yang ada di perairan tersebut adalah arus lautnya. Arus laut sea current adalah perpindahan massa air dari satu tempat menuju tempat lain, yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti gradien tekanan, hembusan angin, perbedaan densitas, atau pasang surut Pariwono, 1999. Secara umum, karakteristik arus laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh angin dan pasang surut Sugianto dan Agus, 2007. Di perairan dangkal kawasan pantai, arus laut dapat dibangkitkan oleh gelombang laut, pasang surut laut atau sampai tingkat tertentu angin. Di perairan sempit dan semi tertutup seperti selat dan teluk, pasut merupakan gaya penggerak utama sirkulasi massa airnya Dahuri et al., 2013. Sedangkan arus yang disebabkan oleh angin pada umumnya bersifat musiman, dimana pada satu musim arus mengalir ke satu arah dengan tetap dan pada musim berikutnya akan berubah arah sesuai dengan perubahan arah angin yang terjadi Pariwono, 1999. Sistem angin Pasat Timur Laut dan Pasat Tenggara merupakan penyebab utama timbulnya sistem Arus Khatulistiwa utara dan selatan yang bergerak ke arah barat, dan Arus Sakal Khatulistiwa yang bergerak ke arah timur Pranowo et al., 2006. Arus laut perairan Teluk Benoa, yang dekat dengan pantai berperan penting dalam proses transpor sedimen di daerah pantai yaitu daerah near shore yang merupakan daerah gelombang mulai pecah hingga ke arah garis pantai. Arus juga dapat menyebabkan terjadinya erosi pada pantai dan gerusan scouring pada daerah sekitar bangunan pantai Danial, 2008. Dalam hal ini, pergerakan arus laut di perairan Teluk Benoa juga sangat penting terhadap pergerakan sedimen yang secara umum banyak mengendap pada dasar perairannya. Menurut Sudiarta et al. 2013, pergerakan massa air di dalam Teluk Benoa dominan merupakan pergerakan massa air pasang dan surut air laut, sedangkan faktor aliran air sungai sangat kecil pada musim kemarau tetapi signifikan pada musim hujan. Hasil kajian Hendrawan et al. 2005, serta Ardana dan Mahendra 2009, menunjukkan bahwa komponen arus pasang surut yang paling berpengaruh di Teluk Benoa adalah komponen M2. Arus pasut tersebut masuk melalui mulut teluk antara Pulau Serangan dan Tanjung Benoa. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik arus laut yang terjadi di perairan Teluk Benoa, menentukan arah arus secara umum, serta mengetahui faktor dominan yang berpengaruh terhadap kejadian arus tersebut. Informasi tentang arus ini sangat penting dilakukan, harapannya dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait dengan isu hangat tentang rencana reklamasi di kawasan Teluk Benoa. METODE Data arus diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan alat ukur arus ADCP Acoustic Doppler Current Profiler dapat dilihat pada Gambar 1 Pengukuran arus menggunakan metode euler tetap, yang dilakukan oleh Konsultan dari PT. TWBI. ADCP adalah instrumen yang memantulkan suara partikel untuk mengukur kecepatan arus air untuk berbagai kedalaman Elizabeth N et al., 2009. Data arus terukur selama 29 hari, terdiri dari 3 titik lokasi pemasangan disajikan pada Gambar 2 di kawasan perairan Teluk Benoa Provinsi Bali, yaitunya titik 1 lokasi 115Β°13'50,46" BT dan 8Β°45'27,04" LS selama 10 hari dari tanggal 20 – 30 Juni 2015; titik 2 lokasi 115Β°13'12,50" BT dan 8Β°45'8,60" LS selama 17 hari dari tanggal 25 Juni – 11 Juli 2015; serta titik 3 lokasi 115Β°12'29,33" BT dan 8Β°44'58,24" LS selama 2 hari dari tanggal 2 – 3 Juli 2015. Selain itu, juga digunakan data pasang surut perairan Teluk Benoa saat pengukuran arus laut tersebut, yang diperoleh dari Badan Informasi Geospasial yang bekerja sama dengan University of Hawaii Sea Level Center – USA melalui UNESCO - Intergovernmental Oceanographic Commission IOC. Data pasang surut diperoleh pada tahun 2016, melalui persuratan ke BIG dan administrasi lainnya. Sumber Stewart 2008 Gambar 1. Alat Ukur Arus, ADCP Karakteristik Arus Laut Perairan Teluk Benoa – Bali .......................................................................................................... Al Tanto. T 39 Sumber Google Earth, 2016Gambar 2. Titik Pengukuran Arus Laut – Alat ADCP Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh pengaruh gaya internal dan gaya eksternal. Gaya internal yang mempengaruhi arus laut adalah perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan up welling. Sedangkan gaya eksternal yang mempengaruhi arus laut adalah angin, gaya gravitasi, gaya tarik matahari dan bulan terhadap bumi, gaya tektonik dan gaya coriolis. Sistem arus yang mengalir berdekatan dengan lokasi kajian adalah ARLINDO Arus Lintas Indonesia, salah satu alirannya mengalir di Selat Lombok, dapat terlihat pada Gambar 3 Berdasarkan perkiraan model, secara umum massa air dari ARLINDO tersebut berasal dari massa air Pasifik Utara 74% dan 26% Pasifik Selatan tanpa Halmahera, namun dengan Halmahera komposisi tersebut 92% dari Pasifik Utara dan 8% Pasifik Selatan Morey et al.,1999. Arus yang membawa massa air dari Samudera Pasifik Utara berupa Arus Utara Khatulistiwa NEC menuju ke barat dan bercabang di timur Filipina, ke utara menjadi Arus Kuroshio dan ke selatan menjadi Arus Mindanao MC. Massa air yang telah terbawa oleh arus ini, oleh Pusaran Mindanao ME dibawa masuk ke jalur ARLINDO di lapisan bawah permukaan. Selain itu, sebagian Arus Mindanao yang mengalir ke selatan, ada yang berbelok arah di sekitar Pusaran Mindanao dan menjadi Arus Sakal Khatulistiwa Utara NECC. Untuk massa air dari Samudera Pasifik Selatan yang masuk ke perairan Indonesia terbawa oleh Arus Pantai Papua NGCC, merupakan perpanjangan dari Arus Khatulistiwa Selatan Pasifik SEC, sebagian besar berbelok arah ke Samudera Pasifik oleh Pusaran Halmahera HE, dan mengalir bersama Arus Sakal Khatulistiwa Utara NECC. Sebagian besar massa ARLINDO keluar menuju ke Samudera Hindia melalui Pintasa Timor, dengan transpor yang kecil melalui Laut Sawu dan Selat Lombok. Pengolahan data arus laut dilakukan dengan menggunakan Golden Software Grapher untuk membuat stick plot arus, dari data kecepatan dan arah arus. Selain itu juga menggunakan Software Excel untuk perhitungan arus sehingga dapat dilihat kisaran kecepatan arus pada waktu tersebut, serta pengolahan arus scatter untuk melihat arah arus pada umumnya. Analisis data arus laut sangat penting, karena berperan besar dalam pengangkutan sedimen yang berada di dalam maupun luar teluk sendiri. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penempatan alat pengukur arus ADCP 1 pada bagian luar teluk seperti yang disajikan pada Gambar 2., dapat terlihat kondisi arah arus yang terjadi tersebut, baik secara scatter plot disajikan pada Gambar 4 dan stic plot pada Gambar 5. Secara umum, saat kondisi air pasang, arah arus dominan menuju ke arah daratan/arah barat laut ke dalam teluk, dan sebaliknya saat air surut arah arus menuju ke laut lepas/arah tenggara ke luar teluk disajikan pada Gambar 4. Namun kecenderungan arah arus pada cell 1, yang merupakan data arus permukaan memiliki arah sedikit berbeda, yaitunya saat air pasang arah arus ke arah barat masih ke arah daratan/dalam teluk dan saat air surut arah arus ke arah timur masih ke arah laut lepas/luar teluk. Hal ini dapat terjadi karena kondisi pada permukaan air laut lebih banyak terpengaruh oleh aktivitas yang terjadi di sekitarnya, berupa pengaruh acak dari lalu lalang kapal yang beraktivitas di perairan Teluk Benoa. Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 23 Mei 2017 37-4840 Sedangkan arus laut yang terjadi di bagian bawah perairan lebih teratur tanpa pengaruh acak dari aktivitas tersebut. Kondisi angin yang tercatat pada stasiun pengamatan terdekat Bandara Ngurah Rai Denpasar, nilai rata-rata bulan Juni – Juli 2015 adalah sebesar 7 – 8 Knot, dengan arah 100 - 110Β° Tabel 1. Dapat terlihat bahwa kondisi angin tersebut dominan menuju arah Timur – Tenggara atau keluar dari arah teluk. Hal ini menunjukkan hanya sedikit pengaruh angin saat arus terjadi waktu air laut menuju surut, bahkan pada saat kondisi air laut menuju pasang, tidak terlihat sama sekali pengaruh dari angin tersebut. Kecepatan arus di lokasi ADCP 1 lokasi luar teluk pada rentang tanggal pengukuran tersebut adalah 0,001 - 0,883 m/s, terjadi arus cukup rendah pada saat-saat tertentu hampir seperti tidak ada arus sama sekali dengan kecepatan sebesar 0,001 m/s. Rentang waktu pengukuran pada lokasi ADCP 1 ini termasuk pada saat bulan perbani, sehingga nilai maksimum kecepatan arus bukan yang tertinggi dari ke tiga titik lokasi pengukuran arus. a Sumber The Effect of Halmahera on the Indonesian Throughflow, 1999 Gambar 3. Aliran Arus Permukaan di Indonesia a Sistem Arus Permukaan & Arlindo; b Vektor Arus Rerata Tahunan Karakteristik Arus Laut Perairan Teluk Benoa – Bali .......................................................................................................... Al Tanto. T 41 Gambar 4. Scatter Plot Arus Titik ADCP 1 20 – 30 Juni 2015. Tabel 1. Data curah hujan dan angin rata-rata Bandara Ngurah Rai Denpasar tahun 2015. Sumber Hasil Pengukuran BMKG Tahun 2015 diperoleh tahun 2016. Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 23 Mei 2017 37-4842 Walaupun berada di luar teluk yang dapat dipengaruhi selain dari pasang surut saja, namun masih terlihat pengaruh dominan pasang surut air laut terhadap kejadian arus tersebut disajikan pada Gambar 6. Pola dari kecepatan dan arah arus hampir sama dengan kondisi pasang surut air laut, yang terjadi secara umum dipengaruhi oleh naik turunnya muka air laut. Berkaitan dengan sistem arus yang terjadi di dekat perairan ini ARLINDO, tidak terlihat adanya pengaruh Arus Lintas Indonesia secara signifikan terhadap kejadian arus di sekitar Teluk Benoa, yang secara umum melewati Teluk Lombok dari Pasifik Utara. Menurut Harold V. Thurmann 2010, apabila pola arus di suatu perairan menunjukkan pola yang fluktuatif mengikuti pasang surut, maka arus pasang surut merupakan arus yang dominan pada perairan tersebut. Terlihat dari Gambar 6 tersebut, saat muka air berada pada puncaknya ataupun pada posisi paling rendah, terlihat kecepatan arus menjadi sangat rendah, dapat terjadi pada kondisi tersebut, kondisi air laut menjadi stagnan. Yuningsih 2011 dan Sutirto et al. 2014, menyatakan bahwa pada saat kondisi air tinggi/pasang maksimum dan air rendah/surut minimum kecepatan arus relatif lebih kecil atau mendekati nol slack water. Namun, pergerakan air laut akan tetap ada karena efek momentum Hadi dan Radjawane, 2011; Theoyana, T. A et al., 2015. Nilai kecepatan arus dapat mencapai maksimum ketika muka air laut sesaat akan menuju nilai tertinggi dan juga sesaat menuju surut terendah. Gambar 5. Stick Plot Arus Titik ADCP 1 20 – 30 Juni 2015. Gambar 6. Perbandingan Arus ADCP 1/luar teluk dengan Pasang Surut. Karakteristik Arus Laut Perairan Teluk Benoa – Bali .......................................................................................................... Al Tanto. T 43 Gambar 7. Scatter Plot Arus Titik ADCP 2 25 Juni – 11 Juli 2015. Pengukuran arus pada lokasi ADCP 2 berada pada mulut teluk, terjadi arus yang tidak beraturan disajikan pada Gambar 7. Hal ini dapat terjadi karena pada mulut teluk kondisi arus dapat dipengaruhi banyak faktor, oleh kondisi yang terjadi pada luar teluk dan juga bagian dalam teluk. Kondisi arus dapat dipengaruhi oleh gelombang pecah, pasang surut air laut, serta juga dengan aktivitas lalu lalang kapal. Waktu pengukuran pada lokasi ADCP 2 ini dilakukan dengan kondisi bulan purnama, sehingga pada waktu tersebut terjadi tinggi muka laut yang paling tinggi dan surut air laut paling rendah. Dalam hal ini, saat air laut bergerak menuju pasang maupun air laut menuju surut, akan dapat membuat arus pasut yang cukup kuat, sehingga mencapai kecepatan arus maksimum sebesar 1,715 m/s kisaran 0,001 - 1,715 m/s disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8. Alasan lainnya adalah karena lokasi pengamatan yang berada persis di mulut teluk yang pada dasarnya berupa celah sempit, sehingga dapat menghasilkan kecepatan arus yang lebih besar dibandingkan dengan arus yang berada di dalam maupun luar teluk persamaan kontinuitas pada sifat fluida bergerak. Pada rentang waktu tersebut juga terjadi arus dengan kondisi sangat lemah yaitu sebesar 0,001 m/s. Untuk arah arus secara umum di mulut teluk ini adalah ke arah barat daya saat air laut menuju pasang dan arah timur laut saat air laut menuju surut, yang dapat berarti kejadian arus dominan dipengaruhi oleh kondisi tinggi muka air laut di perairan Teluk Benoa. Semakin terlihat pengaruh dari pasang surut pada Gambar 9, grafik kecepatan arus terlihat memiliki periode yang hampir sama dengan kejadian pasang surut air laut. Sama seperti halnya kejadian arus pada titik pengukuran 1, nilai kecepatan arus paling rendah terutama terjadi saat kondisi muka air paling puncak dan juga paling rendah, serta kecepatan arus tertinggi terjadi saat muka air menuju puncak tertinggi ataupun saat menuju surut terendah. Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 23 Mei 2017 37-4844 Gambar 8. Stick Plot Arus Titik ADCP 2 25 Juni – 11 Juli 2015. Gambar 9. Perbandingan Arus ADCP 2/Mulut Teluk dengan Pasang Surut. Pengukuran arus laut di lokasi ADCP 3 berada pada area dalam teluk, cukup dekat dengan Pelabuhan Benoa Β± 350 m. Kisaran arus dalam rentang waktu pengukuran di lokasi tersebut adalah sebesar 0,005 – 0,802 m/s disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 12. Dari 3 lokasi pengukuran arus di perairan Teluk Benoa, pada lokasi titik 3 ini terjadi rentang nilai kecepatan arus paling rendah. Hal ini dapat terjadi karena lokasi di dalam teluk lebih dominan hanya dipengaruhi oleh pasang surut, sedangkan pengaruh gelombang pecah dan oleh angin sangat kecil. Selain itu, Karakteristik Arus Laut Perairan Teluk Benoa – Bali .......................................................................................................... Al Tanto. T 45 dibandingkan 2 lokasi lainnya, pengaruh dari lalu lalang kapal dan aktivitas lainnya di sekitar lokasi ini kemungkinan juga lebih kecil. Arah arus pada lokasi ADCP 3 ini dalam teluk yaitunya arah barat daya ke arah dalam teluk saat air laut menuju pasang disajikan pada Gambar 10 dan arah timur laut saat air laut menuju surut, dan terlihat arah dominan tersebut mengikuti alur air yang ada di dalam teluk dekat dengan lokasi pengamatan ini. Untuk hubungan antara kejadian arus laut dan pasang surut air laut di perairan Teluk Benoa, dapat dilihat dari Gambar 11. Sangat terlihat jelas, bahwa secara umum kejadian arus pada titik ini sangat dipengaruhi oleh kejadian pasang surut air laut, yang mana saat tinggi muka air menuju pasang dan juga menuju surut, kecepatan arus menjadi lebih tinggi, membentuk grafik yang menyerupai grafik pasang surut air laut. Gambar 10. Scatter Plot Arus Titik ADCP 3 2 – 3 Juli 2015. Gambar 11. Perbandingan Arus ADCP 3/dalam teluk dengan Pasang Surut. Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 23 Mei 2017 37-4846 Gambar 12. Stick Plot Arus Titik ADCP 3 2 – 3 Juli 2015.Gambar 13. Kondisi Arus pada Kondisi Pasang arus secara spasial disimulasikan dalam kondisi air laut saat pasang dan juga saat air laut surut, dalam 4 kondisi yaitunya kondisi pasang purnama, surut purnama, pasang perbani dan surut perbani. Pada kondisi pasang purnama, kecepatan arus berkisar antara 0 – 1,35 m/s, dengan kecepatan arus tertinggi berada pada bagian Selatan Pulau Serangan dan merupakan mulut Teluk Benoa seperti yang terlihat pada Gambar 13. Pada kondisi ini terjadi pasang Karakteristik Arus Laut Perairan Teluk Benoa – Bali .......................................................................................................... Al Tanto. T 47 tertinggi dengan energi pasut yang tinggi juga, sehingga menyebabkan kecepatan arus yang tertinggi diantara kondisi pasut yang lain. Di wilayah dekat daratan kecepatan arus mendekati nol, tidak ada gerakan massa air sama sekali. Pada kondisi surut purnama yang nampak di Gambar 14, terjadi elevasi air surut rendah terendah dengan kecepatan arus berkisar antara 0 – 0,84 m/s, dengan kecepatan arus tertinggi berada di dalam Teluk Benoa lingkaran hitam mencapai 0,84 m/s. Pada kondisi ini hampir setengah dari Teluk Benoa memiliki kecepatan arus mendekati nol, dan terlihat adanya daratan/pasir yang muncul dan berada di atas elevasi pasut surut purnama. Pada kondisi pasang perbani tahun 2016 kecepatan arus berkisar antara 0 – 0,52 m/s, kecepatan arus tertinggi berada pada beberapa celah sempit di Pulau Serangan, sekitar dermaga Pelabuhan Benoa, Tanjung Benoa dan di dalam Teluk Benoa di sekitar kaki-kaki pondasi dari Tol laut lingkaran merah Gambar 15. Sedangkan pada kondisi surut perbani kecepatan arus berkisar antara 0,02 - 0,3 m/s, dengan kecepatan tertinggi berada pada bagian Timur Laut Pulau Serangan dengan kecepatan mencapai 0,3 m/s, dan di bagian Utara Tanjung Benoa yang merupakan mulut Teluk Benoa dengan kecepatan mencapai 0,22 m/s, di wilayah pesisir Teluk Benoa kecepatan menjadi minimal dengan kisaran mencapai Pasang surut air laut merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh perubahan ketinggian air laut di waktu tertentu setiap harinya dan memberikan pengaruh besar dalam melihat karakteristik perairan laut Indonesia. Informasi mengenai pasang surut sangat berguna bagi kegiatan manusia yang berhubungan dengan kelautan seperti menangkap ikan maupun kegiatan lainnya. Maka dari itu diperlukan alat yang dapat memonitoring aliran arus pasang surut air laut. Tujuan pembuatan alat ini adalah untuk membuat alat yang dapat mengukur kecepatan arus dan ketinggian air laut menggunakan basis Arduino. Metode pengukuran kecepatan arus berdasarkan prinsip putaran turbin air dengan pembacaan oleh sensor optocoupler sedangkan pengukuaran ketinggian air laut berdasarkan prinsip konstanta dengan pembacaan sensor ultrasonik. Alat ini dapat merekam hasil pengukuran ke dalam media penyimpanan data SD card dan ditampilkan di LCD. Dari hasil pengujian sensor optocoupler dengan perbandingan alat dan tachometer didapatkan persentase kesalahan 1,17%. Untuk pengujian sensor ultrasonik dalam pembacaan jarak untuk menentukan ketinggian air laut dengan membandingkan nilai sensor terhadap penggaris didapatkan rata-rata error 1,01%. Alat monitoring aliran arus pasang surut air laut melakukan pengujian sebanyak 3 kali pengujian dengan hasil pengukuran kecepatan arus sebesar 0,78% kesalahan alat dan akurasi sedangkan pengukuran ketinggian air laut sebesar 0,38% kesalahan alat dan akurasi alat yang didapat dari membandingkan alat monitoring dengan alat ukur tachometer dan meteran. yangsangat dipengaruhi pasang surut air laut energi pasang surut tidal ini diakibatkan gaya gravitasi bulan matahari dan bumi energi arus laut dapat juga dipengaruhi oleh faktor lain selain pasang surut seperti topografi satu tempat dengan lainnya konfigurasi benua selat tanjung teluk' 'analisa pasang surut tidal analysis dunia kelautan duniaku Main watersport Tanjung Benoa di Bali tidak lengkap rasanya tanpa memegang kondisi Pasang surut air laut Tanjung Benoa. Maksudnya? Perlu diketahui, permainan watersport Bali di Tanjung Benoa sangat sangat sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut karena memang secara geografis berbentuk teluk. Permainan air bisa jalan aktifitasnya jika air laut dalam kondisi pasang besar karena akan memudahkan speedboat untuk bisa lalu lalang disini. Tapi jika air laut surut, tentu akan mematikan aktifitas watersport disini. Nah, agar tidak rugi datang jauh-jauh ke Tanjung Benoa Bali, perlu sekali mengetahui prakiraan pasang surut air laut Tanjung Benoa. Berikut kami berikan tabel pasang surut air laut Tanjung Benoa dalam 14 hari ke depan. Sedangkan jam buka watersport – wita Bulan Oktober 2014 tanggal 6 – Pasang – wita – Surut – wita tanggal 7 – Pasang – wita – Surut – wita tanggal 8 – Pasang – wita – Surut – wita tanggal 9 – Pasang – wita – Surut – wita tanggal 10 – Pasang – wita – Surut – wita tanggal 11 – Pasang – wita – Surut wita tanggal 12 – Pasang – wita – Surut dan wita tanggal 13 – Pasang – wita – Surut – wita tanggal 14 – Pasang – wita – Surut – wita tanggal 15 – Pasang – wita – Surut – wita tanggal 16 – Pasang – wita – Surut – wita tanggal 17 – Pasang – wita – Surut – wita tanggal 18 – Pasang – wita dan – wita – Surut – wita tanggal 19 – Pasang – wita dan – wita – Surut – wita Untuk mendapat info pasang surut air laut Tanjung Benoa lebih lanjut diluar tanggal diatas, silakan hubungi kami di 0361-2198880 / hp. 081339633454 / email sales / pin BB 2b0b02a1 wilayahBenoa. Menurut Dronkers (1964) pasang surut laut adalah suatu fenomena yang diakibatkan oleh benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan sehingga menyebabkan pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik benda tersebut. Gambar 1.
Bagiyang ingin mencoba permainan seru di Pantai Tanjung Benoa, aktifitas watersports di pantai ini punya waktu operasional yang bergantung pada kondisi pasang surut air laut. Kondisi pasang surut air di pantai ini diistilahkan dengan pasang purnama dan pasang tilem. Nah jika kondisi air laut sedang pasang tilem, atraksi atau wahana watersports
Tidaksemua tempat di Bali menyediakan wisata air Parasailing, hanya di Tanjung Benoa Bali yang untuk saat ini menyediakan aktivititas Parasailing Adventure. Single Parasailing memang sangat bergantung pada kondisi cuaca, pasang surut air laut, dan arah angin. Pasalnya, Anda akan mulai terbang dari bagian tepi pantai dan di akhir permainan
Karakteristikpasang surut air laut di pelabuhan benoa dengan menggunakan data automatic weather station (aws) bmkg sehingga penulis bertujuan : Selain itu, pasang surut yang terjadi di lautan pasang surut air laut tidak hanya fenomena biasa.
Mangrovemerupakan ekosistem khas pesisir di wilayah pasang surut air laut dengan karakteristik habitat yang unik di setiap jenisnya. Mangrove Indonesia terluas dunia yaitu 3,4 juta hektar, tetapi 1,82 juta ha mangrove Indonesia berada dalam keadaan kritis (2018) dan selama kurun waktu 2010 - 2015 terjadi degradasi mangrove seluas 260.859,32 ha. Terjadi fenomena unik pada []
VMLp.
  • 092dhw0h59.pages.dev/43
  • 092dhw0h59.pages.dev/299
  • 092dhw0h59.pages.dev/182
  • 092dhw0h59.pages.dev/955
  • 092dhw0h59.pages.dev/306
  • 092dhw0h59.pages.dev/687
  • 092dhw0h59.pages.dev/887
  • 092dhw0h59.pages.dev/286
  • 092dhw0h59.pages.dev/348
  • 092dhw0h59.pages.dev/764
  • 092dhw0h59.pages.dev/767
  • 092dhw0h59.pages.dev/529
  • 092dhw0h59.pages.dev/294
  • 092dhw0h59.pages.dev/997
  • 092dhw0h59.pages.dev/209
  • pasang surut air laut benoa